Sepanjang hari sepanjang jalan cikampek..
Hmm siapa ngga tau cikampek, si jalur pengharapan banyak
orang, ngga sedikit pemudik yang memilih lewat jalur pantura. Dari bis
supermewah, bis biasa, bis omprengan, truk, container, mobil sang kaya, mobil
sang menengah, mobil bak terbuka yang ditutup terpal dan didalamnya terdapat
beberapa kepala dengan hanya memakai kaos kutang, motor-motor dengan tumpukan
kardus yang diikat tali, motor-motor bersama pasangan, motor-motor dengan anak
kecil terpaksa atau dipaksakan duduk berada di antara kedua orang tuanya.
Mudik..
Yang katanya sudah menjadi tradisi.. hal yang terkadang di
luar wajar akhirnya terpaksa menjadi sesuatu yang ‘diwajar-wajarkan’. Bis-bis
mewah, menengah, sampai omprengan tidak ada bedanya di jalanan cikampek. Sangat
wajar apabila tarif mereka naik, dengan waktu tempuh berkali-kali lipat, untuk
sampai ke tempat tujuan aja udah untung, untuk balik lagi ke pangkalan bis
mereka di Jakarta? Mereka belum tentu mendapatkan keuntungan maksimal seperti
biasanya.
Mobil-mobil pribadi sang kaya, menengah, hingga bak terbuka
hampir sesekali ngga ada bedanya. Dengan jumlah orang berjejal di dalamnya,
mereka semua kepanasan, belum lagi kalau mesin mobil mulai ‘merengek’,
wassalam..
Lain halnya dengan motor-motor yang lumayan tidak sebuntu
itu untuk menyisir jalanan pantura.. Cuma ngga ngerti lagi deh sama nasib
anak-anak yang terjejal diantara kedua orangtua yang membawa serta mereka.
Dan di depan saya.. sekelompok anak-anak duduk dengan tidak
manusiawi di dalam truk container yang setengah pintunya terbuka sambil kipas-kipas,
dengan baju tanpa lengan, ada yang membetulkan sendalnya yang mungkin copot,
sedangkan yang lainnya hanya melihat jalan dengan kening mengkerut, ngga
kebayang panasnya di dalam container.
Mudik.. mudik..
Sebegitu besarnya hasrat untuk pulang ke kampong halaman..
setahun sekali. Tapi semakin miris juga tiap tahunnya. Salahkah para pemudik? Apa
ngga ada solusi buat mengatasinya?
Papah saya yang menyetir dan menjadi hero jalanan bagi saya
menggerutu: “mudik.. mudik.. kenapa orang ga kapok mudik. Cuma di Indonesia aja
pemandangannya yang kayak gini.”
Mudik.. mudik..
Sampai ada jasa untuk ngangkat motor dari satu ruas jalan ke
ruas jalan lainnya yang dibatasi oleh blok pembatas jalan, karena saking
jauhnya untuk mutar arah. Sampai penduduk sepanjang jalan menjadikan usaha
dagang dadakan, dari popmi, Koran, kopi, minuman botol, kipas, sampai boneka
ketupat. Sampai anak-anak kecil pun dikerahkan untuk ngamen dan buka jasa
bersihin kaca mobil para pemudik dengan kemoceng yang mereka bawa.
Mudik.. mudik..
Yang harusnya waktu tempuh ke subang 3jam, karna si mudik,
jadi 17 jam. 14 jam lainnya melayang berserakan dengan pikuknya jalan.
Mudik.. mudik..
Kata adik: “katanya kalau capek harus istirahat, tapi
giliran mau istirahat suruh jalan terus. Ngga heran sampe ada yang dibawa mobil
ambulan, 3 orang dalam satu mobil. Sekarang. Nggak tau beberapa jam nanti.”
Mudik.. mudik..
Polisi pun dikerahkan di sepanjang titik jalan.. berdiri..
berjaga.. meniup peluit.. menggerakkan tangan yang memegang sang tongkat merah
menyala.
Mudik.. mudik..
Banyak orang yang menjawab, yasudah kalau gitu ngga usah
mudik, gitu aja kok repot.
Yappppppp! Selalu tentang mudik.. selalu tentang kenapa? Hmmm..
Katanya berhati-hatilah selama berkendara di jalan..
katanya.
Katanya gunakan sabuk pengaman selama berkendara.. katanya.
Katanya satu jenis kendaraan ngga boleh bermuatan di luar
kapasitas.. katanya.
Katanya utamakan keselamatan.. katanya.
Katanya kalau lelah, menepilah.. katanya.
Apa kabar dengan mudikers lainnya di jalur selatan? Lintas sumatera?
Cirebon? Merak? Di jalur lainnya?
0 comments:
Post a Comment