Perempuan Bekerja

Wednesday 25 June 2014 Read Comment
Wanita ini terlihat memikirkan sesuatu. Melalui sudut lain di ruangan yang sama, aku hanya bisa mengamati. Bekerja. Ya, itulah yang menjadi rutinitasnya setiap hari bahkan ketika ia telah menikah. Ia memanggilku untuk sekedar menemaninya di tengah kejenuhan yang teramat. Memulai pembicaraan yang awalnya kupikir hanya sekedar obrolan kosong.

Katanya,
Saya capek dengan kehidupan saya yang sekarang.

Aku hanya mendekatkan pandangan agar terlihat selayak menyimaknya.

Katanya lanjut,
Dulu, ketika saya di bangku sekolah bahkan hingga kuliah, kehidupan yang saya jalani begitu normal dan menyenangkan. Saya bisa menikmati kopi setiap sabtu sore di kedai yang sama, bisa sekedar bercengkrama dengan teman-teman atau siapapun deh, yang penting dunia tidak begitu mati bagi saya. Saya begitu bersemangat untuk bercerita kepada Ibu tentang apapun. Merasakan waktu layaknya anak gadis pada umumnya. Begitu semangat menyambut pagi dan berterima kasih menjelang tidur. Saya juga sering mencoba meniru memasak makanan yang selalu dibuat oleh Ibu, membantu adik mengerjakan tugas sekolahnya. Bahkan, sesekali saya mencoba membuat kue yang resepnya saya dapat dari media sosial.

Sekarang, saya rasa hidup terlalu jauh dari normal. Hidup yang selalu dikejar deadline, yang pada ujungnya bermuara di pencapaian karir pun materi. Materi? Karir? sahabat saya dulu pernah berkata, wajar apabila wanita terus bergulat dalam pencapaian karirnya, akan tetapi harus tau batasan-batasannya. selesai. Lantas yang saya alami saat ini, di mana harusnya saya meletakkan batasan-batasan itu? saya tidak lagi bisa menikmati obrolan liar bersama teman-teman semasa sekolah dulu, atau bercerita dengan Ibu tentang apa yang saya rasakan. Tidak, jangankan bercerita, mengunjunginya pun tidak semudah ketika pulang sekolah dulu, apalagi jika suami saya diharuskan berpindah tempat terkait pekerjaannya. Sekarang, saya begitu lelah menyambut pagi dengan berbagai tekanan mulai dari melangkahkan kaki keluar rumah hingga sampai di kantor. Berterima kasih sebelum tidur? ya, saya selalu bersyukur atas segala yang Tuhan berikan kepada saya melalui keluarga kecil ini. Memasak? terdengar menyedihkan karena sungguh saya ingin memasak makanan bergizi nan lucu setiap harinya untuk anak semata wayang saya. Tapi lagi-lagi, asisten rumah tangga lah yang melengkapi itu semua. Saya kehilangan banyak waktu untuk sekedar membantu anak mengerjakan tugas sekolahnya, karena begitu tidak dapat diprediksinya jalanan ibu kota yang berimbas pada sering telatnya saya dan suami sampai di rumah, kala itu si kecil pun sudah terlelap.

Tujuan saya menjadi wanita karir ialah semata-mata ingin berusaha bersama suami untuk memberikan kehidupan dan masa depan yang layak bagi anak kami. Tapi, selama ini benarkah sesungguhnya di mana saya berdiri? di mana batasan-batasan yang dulu sahabat saya pernah katakan? karena saya pun ingin selalu ada dan melihat tahap per tahap perkembangan anak saya. Seperti mimpi saya dulu ketika di bangku sekolah, sungguh saya ingin menjadi Ibu seutuhnya.

Aku hanya diam, dalam hati berkata: "pun itu mimpiku mba"

0 comments:

Post a Comment

 

© 2010 halaman kosongBlogger Template by dzignine